MEMBIMBING MANUSIA MENJADI HAMBA ALLAH YANG SADAR SEBAGAI AL-FAQIR (SUPAYA DITARIK FADHAL DAN RAHMATNYA DIJADIKAN KEKASIHNYA) Oleh: IMAM GERA

Saya bersenang hati kepada semua faqir yang taat kepada Guru, mereka semua adalah saudara saya lahir dan batin, dunia dan akherat. Saya bersenang hati untuk bersama dalam beribadah kepadaNya. Saya bersenang hati untuk saling bertolong-tolongan dalam kemelaratannya dan saya bersenang hati untuk saling berpisah di dalam kedurhakaannya”.

Allah Swt berfirman: “Hai manusia, kamu semua adalah al-faqir (maka kamulah) yang berkehendak kepada Allah. Dialah Dzat Yang Maha Kaya (tidak kurang suatu apa, segala-galanya) lagi Maha terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu semua (karena tidak mau menyadari sebagai hamba yang al-faqir) dan mendatangkan makhluk yang baru (yang mau menyadari al-faqirnya). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah”. (QS. Faathir : 15,16,17).

dan barangsiapa yang mensucikan dirinya sesungguhnya ia mensucikan dirinya sendiri (untuk kebaikan dirinya sendiri). (QS. Faathir : 18).

dan tidaklah sama orang yang buta (mata hatinya) dengan orang yang melihat (=mata hatinya melihat Ada dan Wujud DiriNya Ilaahi Dzat Yang meskipun Al-Ghayb mutlak wujudNya, amat sangat dekat sekali dalam rasa hati sehingga sangat mudah dan amat indah selalu diingat-ingat dan dihayati). (QS. Faathir : 19).

dan tidak sama gelap gulita dengan cahaya. (QS. Faathir : 20).

Dan tidak sama pula yang teduh dengan yang panas. (QS. Faathir : 21).

Dan tidak sama pula orang yang hidup (hati nurani, roh dan rasanya) dan orang yang mati (karena hati nurani, roh dan rasanya habis diperalat untuk kepentingan nafsu dan watak akunya). (QS. Faathir : 22).

Dan tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan. (QS. Faathir : 23).

Tanpa dengan hidayah Allah yang secara yakin dan nyata menetapkan niat dan tujuan hidup manusia untuk hijrah (boyong) kepada Allah dan rasulNya, ajaran Wasithah membimbing manusia menjadi hamba Allah yang sadar sebagai al-faqir, hanya akan menjadi tambahnya lakon dan pitukon bagi hamba Allah yang ditugasi sebagai Wasithah.

Tanpa dengan hidayah Allah betapa mustahilnya seseorang sadar sebagai hamba Allah yang al-faqir. Penyebabnya tidak lain adalah selama menjalani hidup dan kehidupannya berjiwaraga dengan semua hal tentang dunia, akal pikirannya atau kepandaian berpikirnya telah terbiasa dinyalakan oleh kepentingan nafsu dan watak akunya. Akibat dari pada itu maka akal tempat berpikirnya tidak pernah menjadi pintu yang menghubungkan ‘ArsyNya Allah Swt dengan hati nurani, roh dan rasanya, lalu menyadarkan dirinya dengan sepenuh hati sebagai hamba Allah al-faqir. Yaitu sadar sesadar-sadarnya bahwa dirinya adalah hamba Allah yang apes, hina, nista, bodoh, tidak tahu apa-apa, tidak bisa apa-apa, tidak punya apa-apa, bahkan tidak ada apa-apanya. Oleh karena itu selalu bangkit niatan hatinya berkehendak kepada Allah Dzat Yang segala-galaNya, tidak kurang suatu apa serta Maha terpuji. Sadar bahwa Kullu syai’in halikun illa wajhahu. Akal yang dibimbing oleh hidayah Allah meyakinkan hatinya terhadap firman Allah yang mengabadikan tangisnya Nabi Ibrahim khalilullah: “laa tuhzini yauma yub’atsun – yauma laa yanfa’u maalun walaa banun – illa man atallaha biqolbin salim”. Dan untuk dapat sampai kepada Allah dengan hati yang selamat harus secara benar mencari dan menemukan seorang guru yang secara hak dan sah mewakili tugas dan kewajiban Junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah (Guru yang menunjukkan pintunya mati). Dan setelah seyakinnya mendapat izin ilmu yang seyakinnya mengenal dan mengetahui Ada dan Wujud DiriNya Ilaahi, keyakinan hatinya kokoh dan mantap atas benarnya firman Allah bahwa Laa biwushulin ilaihi illa bi waasithatin. maka akal yang dengan hidayah Allah lalu menjadi pintu yang menghubungkan ‘Arsyullah dengan hati nurani, roh dan rasanya maka menjadi lapanglah dadanya memenuhi firman Allah: “Qul inkuntum tuhibbunallah fattabi’uuni, yuhbibkumullah wa yaghfirlakum dzunubakum. Wallahu ghafuurun rahiimun. (QS. Ali Imran 31).

Pada firman Allah QS. Ali Imran ayat 31 di atas Allah memerintah rasulNya supaya menjelaskan bahwa kamu semua akan dijadikan kekasihNya (dicintai olehNya) dan bahkan diampuni segala dosa-dosanya dan disucikan yang sesuci-sucinya, syaratnya kamu semua diwajibkan berlapang dada untuk itba` kepadaku (selaku hamba yang ditugasi sebagai Wasithah). Berlapang dada itba` kepadaku dengan ucapan dan perbuatan, ilmu dan amal, lahir dan batin disertai dengan hati nurani roh dan rasa yang selalu mengintai-intai satu-satuNya Dzat Yang Mutlak WujudNya (=IsiNya Huw).

Untuk itu maka kamu harus menjadi hamba yang mencintai Allah.

Jadi apabila ternyata kamu masih lebih mencintai dirimu, lebih mencintai watak akunya nafsumu, mencintai pendapat-pendapatmu, mencintai benarmu sendiri, bicaramu sendiri, lebih mencintai bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluarga kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasulNya dan dari berjihad di jalanNya, sebagaimana firman Allah dalam QS. At Taubah ayat 24, seutuhnya kamu tidak akan dapat itba’ kepadaku dengan sendirinya juga tidak akan pernah dicintai oleh Allah (dijadikan kekasihNya) dan diampuni semua dosa-dosa, bahkan tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya (dijadikan fasik). Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS. At Taubah: 24).

Dalam Kitab Futuhatil Uluhiyah telah sering dijelaskan bahwa Asy Syathar min ahli muhibbah ilallah sebagai satu-satunya jalan yang tetap atas selamatnya mati, harus dengan sebaik-baiknya menghayati dan mengamalkan dasar taubat, dasar zuhud, dasar qonaah, dasar tawakkal ‘ala Allah, dasar uzlah. Dan apabila kelima dasar ini telah dapat dimengerti dengan baik, maka dasar-dasar berikutnya seperti dasar mulazimatu al-dzikri, dasar tawajjuh, dasar muraqabah, dasar sabar dan dasar ridha akan mengikut.

Karena itu kita harus menyadari bahwa keberadaan jamaah kita yang terdiri dari para murid adalah orang-orang yang berkehendak bertemu Tuhannya yang oleh Guru kita disebut “Domas”. Bodoh tetapi berhati emas.

Maksud bodoh karena sepenuhnya menyadari bahwa yang bisa, yang kuat, yang empunya segala, yang obah osik, yang eksis, bahkan yang ada dan yang wujud hanyalah DiriNya Ilaahi. Karena itu berhati emas. Sebab yang senantiasa diitsbatkan (yang ditetapkan) Ada dan Wujud dalam rasa hatinya hanyalah IsiNya Huw, dengan cara selalu berusaha diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati. Dan supaya selalu berada dalam keadaan demikian, maka segala hal yang dilakukan dalam beribadah kepada Allah agar dapat selamat sampai kepadaNya harus selalu bersandar kepada Wasithah, memenuhi perintah Allah: “Wabtaghu ilaihi al-wasiilata”. Kemudian juga memperhatikan ajaran Allah sebagaimana difirmankan dalam QS. Al An’am ayat 42:

dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian kami timpakan kepada mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri”. Adalah permohonan yang kita lakukan dengan mengamalkan sholawat nariyah dan juga ketika melaksanakan Puji Wali Kutub.

Hal diatas kita lakukan dengan seizin Allah dan pangestunya Wasithah agar terhindar dari kerasnya ancaman Allah sebagaimana difirmankan olehNya pada QS. Al An’am ayat 43 s/d 45:

maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang cobaan Kami (yang menyakitkan) kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaitan pun menampakkan kepada mereka kebagusan terhadap apa saja yang selalu mereka kerjakan.

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.

Akhirnya dengan ini semua saja saya ajak untuk selalu berpandai-pandai mengoreksi diri. Sudahkan kita oleh Allah dipandaikan untuk selalu bersyukur kepadaNya. Maka mohonlah kepadaNya agar setiap diri kita dipandaikan mengadili diri dengan ilmu yang manfaat supaya setiap kita dibentuk oleh Allah menjadi hambaNya yang secara benar mengamalkan amal sholeh. Yaitu dengan sabar dan tawakkal untuk dapat mencapai tingkat dan martabat rasa. Yakni kerelaan berbakti dan berkorban untuk mendidik diri sendiri dan orang lain saking ikhlasnya karena Allah, dengan Allah, di jalan Allah, untuk Allah saking ikhlasnya sehingga tidak merasa.

Semoga kita semua senantiasa memperoleh berberan, sawab dan berkah pangestunya Wasithah. Amien.

No response to “MEMBIMBING MANUSIA MENJADI HAMBA ALLAH YANG SADAR SEBAGAI AL-FAQIR (SUPAYA DITARIK FADHAL DAN RAHMATNYA DIJADIKAN KEKASIHNYA) Oleh: IMAM GERA”

Posting Komentar